Sabtu, 03 Agustus 2013

Kamar, 4 Agustus.

Jemu, jenuh
Secarik kertas ternoda oleh ratusan abjad di atasnya
Tergores oleh tinta hitam, meresap, abadi di sana..
Menjadi bukti bisu perasaan gadis lugu yang menatap sendu.
Beri satu saja contoh kata tuk menggambarkan perasaannya.

Kecewa.
Gadis itu melemah saat menggores kata terakhir.
Andai saja... Ah sialan untuk kata pengandaian!
Terlalu banyak harapan dalam kata pengandaian.
Lalu bagaimana dengan kabarnya sekarang?
Akankah sesuatu yang fana dapat menjadi nyata untuknya?

Tuhan?
Apakah kau melihat saat aku mengangkat kedua tanganku, sembari memujamu?
Akankah batu terkikis oleh beningnya embun?
Akankah pohon dapat tumbang oleh sepoian lembut angin?
Akankah semua dapat menjadi mudah untukku?

Kenapa kita tidak ditakdirkan untuk tetap saling bergandengan tangan?
Kenapa takdir menghempaskan semua?
Kumohon Tuhan, jangan bercanda untuk ini...
Aku ingin perasaanku terbaca olehnya...

Kenapa harus aku dihibur oleh kata bisu darinya?
Kenapa bukan ucapan yang tulus darinya?
Kenapa harus ada harapan untuk setiap kenyataan yang semu?
Kenapa semua pertanyaan tidak harus memiliki alasan?

Mengapa?
Alam dapat berdialog satu sama lain
Aku pun juga ingin, selalu mendengar suara dari mahluk itu
Mahluk indahmu Tuhan...

Permudahkanlah rasaku untuknya, begitupun sebaliknya.
Rekatkan kami lewat jalan-Mu
Seandainya semudah itu...
Seandainya semudah itu mendapatkan cintanya...
Seandainya semudah itu kami dapat bersama...


Thanks,

Little Phoe

Senin, 08 Juli 2013

Cinta Daun Pada Embun



Bekas hujan semalam terasa di pagi ini, tiap insan Tuhan saling memacu pada kesibukannya sendiri, hewan disekirtanya pun tanpa diperintah seakan sudah terjadwal mereka bergerak melakukan kegiatannya masing masing. Alam sangat tenang pagi ini..

Begitu pula dengan sepucuk daun flamboyan yang pohonnya tumbuh di tepi sungai. Daun itu masih daun muda, dengan tulang daun yang masih terlihat lunak.

'Ah, pagi yang sejuk, seperti biasa embun pasti membasahi tubuhku.' Ucap daun.
Benar, tak lama kemudian setetes embun menjatuhinya. Dengan perlahan sang daun mulai menundukkan tubuhnya, membiarkan embun membasahi seluruh tubuhnya, lalu bergulir jatuh ke sungai dibawahnya,seperti biasa.Ya, seperti biasa.
Tapi sebelum embun itu dibiarkannya terjatuh, sang embun justru mengajak daun berbicara. Aneh, pikir daun. Tak pernah ada embun selama ini yang mengajaknya berbicara, bahkan teman temannya dalam satu pohon dan pohon lainnya sangat jarang mengajaknya bicara. Itulah yang membuat hati(nya) merasa keras. Daun memiliki hati? Oh, apa manusia saja yang dengan angkuhnya mengakui mereka memiliki hati namun tak pernah memakainya dengan benar? Percayalah, banyak hal di luar sana yang belum diketahui..

'Apa kau mau kucritakan kisahku sebelum menjadi embun?' Tanya embun, saat daun akan menjatuhkannya.
'Untuk apa aku mendengarmu?'
Embun hanya tersenyum dalam kebeningannya, daun merasa terenyuh, apa yang baru saja dilihatnya?
'Astaga.. Apa senyum dari sesuatu yang berasal dari air, menciptakan senyuman seindah ini?' Batin daun dalam hati(nya).
Embun tidak mempedulikan perkataan daun, ia terus saja menceritakan kisahnya. Bahwa sebelum awan menjatuhkannya di atas tubuh sang daun, terdapat proses yang sangat panjang yang harus dilaluinya, hingga akhirnya ia membasahi tubuh si daun flamboyan ini.
Sang daun yang semula acuh, diam diam mulai terpaku dengan pesona sebutir embun basah didepannya. Ya Tuhan.. Indah nian kilau ciptaanmu..

Berbeda dengan ratusan embun lain yang pernah membasahinya, embun di depannya sekarang jauh lebih bening dan membawa nuansa basah yang berbeda di tubuhnya. Sial! Perasaan apa ini?! Logiskah jika sepucuk daun mencintai sebulir embun?

Matahari mulai menggagahkan sinarnya, tiba untuk sang daun menjatuhkan sang embun agar embun tak menguap habis di tubuhnya.

'Sudah saatnya aku pergi..' Ucap embun pelan
'Tidak bisakah lebih lama lagi?' Pinta daun.

Sang embun hanya bisa tersenyum lemah dalam keheningannya..

'Belum pernah ada yang mengajakku bicara sebanyak ini..' Desah daun.
'Alam selalu berbicara..'
'Bagaimana bisa alam berbicara?'  Tanya daun ragu.
'Kita saja bisa saling berbicara kan? Alam berbahasa, berdialog dengan bahasanya sendiri..'

Daun tersentak mendengarnya, betulkah alam berbahasa? Tanyanya dalam hati ragu.

'Akankah kita bertemu lagi?' Tanya daun ragu.
'Kita tidak tahu rencana Tuhan, tapi rencana Tuhan pasti indah.' Ucap embun meyakinkan.
'Jatuhkan aku sekarang, kumohon..' Pinta embun

Daun pun dengan berat hati menjatuhkan embun kesayangannya. Membiarkannya bergulir jatuh ke dalam sungai. Kembali ke tempatnya semula, sebagai air.

Waktu pun bergulir, bagaimana nasib sang daun flamboyan? Dia sangat acuh dengan dirinya sendiri, dirinya kini bukan lagi daun muda yang hijau muda seperti dulu, melainkan menjadi daun tua yang semakin keras tulang daunnya.

Bergulir gulir embun jatuh membasahi dirinya, namun selama waktu berjalan tak ada lagi embun yang sama seperti waktu itu, seperti embun yang telah membuka hati(nya) tentang alam di luar sana..

Lalu bagaimana dengan sang embun? Tunggu dulu, ingatkah kalian tentang daur hidup air? Ya... Kalau memang air selalu begerak, akankah embun dapat kembali pada sang daun? Tuhan selalu punya rencana yang indah..

~ ~ ~

Pagi hari. Daun masih menganggap setiap pagi terasa menjenuhkan. Ah, dia siap menerima embun hari ini. Semenit,dua menit,hingga jam berikutnya mengapa embun belum membasahi tubuhnya? Hmm mungkin bukan saatnya ada embun membasahinya.
Saat daun mulai merentangkan tubuhnya menghadap mentari, setetes embun jatuh di tubuhnya. Dingin... Sangat menyejukkan, mengapa sensasinya beda dengan embun yang kemarin? Mengapa seperti embun itu? Jangan-jangan..........

'Hay...' Sapa sang embun.

Daun merasa pori-pori tubuhnya merekah, bahagia. Embun-nya telah kembali

'Hay, aku merindukanmu' Ucap embun.

'Aku juga, sangat.' Jawab embun dengan senyum beningnya.

'Sebentar lagi kita akan berpisah kembali.' Senyum sang daun, sayu.

'Apa kau masih takut melepasku?' Tanya sang embun.

'Tidak setakut yang lalu. Kau pasti akan kembali lagi bukan?' Tanya daun, sembari tersenyum dalam hijaunya.

'Rencana Tuhan selalu indah Daunku... Sekarang jatuhkan aku sebelum aku menguap di sini.'

Daun hanya tersenyum, perlahan-lahan ujungnya mulai mengarah ke bawah..

'Berjanjilah padaku, kau jangan jatuh di daun lain! Ingat itu!' Teriak daun.

Embun hanya tersenyum, dia menikmati tubuh beningnya jatuh dari ketinggian, sembari tetap menatap sang daun. Entah apa yang dirasakannya saat ini, dia hanya sebutir embun yang hanya bisa mengikuti alur jalannya air, dia hanya sebutir embun yang sangat mencintai sang daun....


Thanks,

Little Phoe.

Sabtu, 06 Juli 2013

Sunday, July 7

Aku Ryan, remaja dengan rambut ikal dan bermata sipit, mempunyai mimpi menjadi seorang sejarahwan dunia, yang sementara ini bekerja magang di sebuah kantor koran lokal, dan sampai saat ini masih mengagumi seorang gadis bernama Lea.

Untuk gadis bernama Lea. Aku hanya sanggup menceritakan hal-hal sederhana kepada orang lain tentang dirinya. Selebihnya? Biarlah hati ini yang menyimpannya dengan baik. Bukan apa-apa, aku bisa saja berkoar-koar kepada dunia betapa aku sangat mengagumi keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini, tapi hanya saja aku terlalu takut ada orang lain di luar sana yang juga mengaguminya seperti aku, atau bahkan lebih. Egois, tapi inilah aku.


2 tahun berlalu, dan kisah ini menjadi berbeda...


Daun beringin jatuh tepat di mata kananku. Ah sial! Mengganggu saja. Aku kembali fokus kepada objek di depanku. Bangku putih itu menjadi tempatnya bersandar. Rambutnya dia biarkan tergerai begitu saja. Matanya sayu, kulihat sesekali tangannya terangkat untuk membasuh air mata di pipinya. Ya, bidadariku menangis di sana... Dan aku hanya diam terpaku di tempatku hanya bisa menatapnya seperti ini.

Lea memang sering menangis akhir-akhir ini, di tempat ini, di bangku putih ini, di bawah guguran daun beringin. Tanpa menyadari ada sepasang mata yang menatapnya pilu. Aku tidak tau apa penyebab kesedihan Lea selama ini. Yang kutau, sejak dia mengenal pria itu semuanya menjadi terasa berbeda...

Ada hempasan keras ketika aku mengetahui Lea memilih pria itu untuk menjadi kekasihnya. Ya tuhan, aku bahkan belum membuat langkah maju selama ini, kenapa pria itu sudah memilikinya? Aku mencoba mengerti, lebih tepatnya mencoba menghibur diri. Aku tau Lea perempuan yang sangat indah, dan pasti pria yang dipilihnya sekarang adalah pria yang memang baik. Tapi ada yang tak kumengerti, mengapa sekarang dia tidak terlihat bahagia? Definisi bahagia memang berbeda-beda untuk setiap orang. Tapi sebodohnya diriku, aku merasa dia tidak bahagia. Mengapa? Karna aku sering mengamati dia duduk di bangku putih itu dengan kedua mata yang basah.

Apa aku yang terlalu naif hingga tidak dapat memahaminya? Pertanyaan dan kekuatiranku akhirnya menimbulkan keberanian untuk keluar dari tempat persembunyianku selama ini. Aku akan selalu ingat hari ini, hari dimana aku benar-benar bicara berdua bersamanya. Perlahan-lahan aku mendekati Lea ku. Ya Tuhan kakiku lemas melihat bidadariku lemah seperti ini... Lea menyadari kehadiranku, dia terkaget, segera ia menyeka air matanya. Mungkin dia berpikir bagaimana aku bisa ada di sini. Haha andai dia tau apa yang kukerjakan selama ini untuk mengawasinya.

"Hay." Sapaku, aku berdeham. Agak kaku di sini.
"Hay Ryan." Lea tersenyum, dia mempersilahkanku duduk di sampingnya.
Angin sedang bersahabat di sini. Kami terdiam beberapa saat.

"Bagaimana kabarmu?" Aku membuka obrolan.
"Baik, kamu?"
Aku terdiam, apa perlu dia berpura-pura baik seperti ini?
"Aku melihatnya tadi, lebih tepatnya sering, kamu menangis di bangku ini, entah apa penyebabnya. Apa karna lelaki itu?" Aku langsung saja pada pokok pembicaraan.

"Apa maksutmu?" Tanya Lea berpura-pura tidak mengerti.
"Apa lelaki itu sering melukaimu?"
"Hmm.. Engga Ryan, setauku dia sangat mencintaiku kok."
"Apa kalau mencintai bearti harus sering membuatmu tersakiti?" Tanyaku polos.

Lea tersenyum, astaga senyum itu membuatku tidak yakin kalau saat ini aku sedang menginjak bumi.

"Terkadang, untuk merasa senang dan bahagia, kita harus berkenalan dengan rasa sakit. Kita harus memahami apa rasa sakit itu, baru kita benar benar secara utuh dapat merasa senang......"

Aku terdiam dengan jawaban Lea mencoba mencerna kembali jawabannya. Kami membisu bersama di sini, dalam pikiran masing-masing.


"Kau bilang lelaki itu sangat mencintaimu, lalu kenapa kau seperti ini? Kenapa kau sering menangis, seberapa sering dia menyakitimu." Tanyaku kepadanya.
"Aku bahagia dengannya Ryan..."
"Lalu kenapa kau sering menangis?
"Karna aku mencintainya!" Jawab Lea mantap.

Aku kembali terdiam, sesak rasanya di bagian dada. Ya Tuhan ada hal lain yang belum kumengerti kenapa gadis yang kucintai merasa bahagia bersama lelaki itu disampingnya. Yang aku tau sesuai penjelasannya bahwa dia mencintai pria itu. Sangat mencintainya.
Aku menatap gadis di sampingku ini, bagaimanapun banyaknya air mata yang keluar dari kedua matanya, bagaimanapun waktu cepat berganti, dia tetap Lea yang kukenal, Lea yang kuat dan indah. Aku juga tak tau sampai kapan aku mengaguminya seperti ini. Tapi suatu saat aku percaya, akan ada Ryan yang selalu membuat Lea-nya tersenyum.....


Thanks,

Little Phoe.

Minggu, 19 Mei 2013

Seperti Malam Malam yang Lalu

Ini malam kan? Masih sama dengan malam sebelumnya, aku duduk menikmati secangkir cairan ber-kafein hangat di tanganku, sambil menatap langit malam. Ya, langit yang sama, yang mungkin juga kau pandangi malam ini. Dan benar dugaanku, aku menatap layar handphone terdapat 1 pesan disana, darimu.

"Aku sdg menatap langit, lucu ya?"

Aku terheran, terkekeh di sela sepoi angin. Tuhan memang sedang menggoda hambanya, bagaimana bisa, kita menatap langit yang sama, di malam yang sama, dan dalam waktu yang sama pula?
Aku terdiam, menyadari bahwa ini kenyataan yang justru menghempasku semakin dalam, menarikku kembali untuk merasakan pedih di ulu hati. Aku semakin paham, bahwa kedua mataku menangkap gelapnya langit malam, tapi mata dan otakku tidak ber-kohesi dengan baik, justru yang terpikir sekarang adalah sosokmu yang entah sedang berada dimana. Aku hanya bisa mendekap cangkir ini lebih dalam ke pelukanku, Tuhan.. Aku membutuhkannya sekarang. Beri kesempatan hambamu ini untuk mendapat balasan perasaan darinya..

'Cinta itu tak harus memiliki' Persetan dengan ungkapan itu. Haha bagiku itu hanya kalimat penghibur untuk seorang yang putus asa. Kalau memang itu benar adanya, biarlah aku diam di sini mejadi pengecut yang mencintaimu dan mengagumimu dalam diam. Aku mencintaimu, aku memberimu perasaan meskipun kadang tak terbalaskan, tapi bagaimana aku bisa memberimu seluruh perasaan dan perhatianku kalau aku bukan milikmu? Jadi dengar, aku masih memperjuangkanmu, meski untuk sementara perasaan ini belum tebalaskan.

Aku kembali menatap langit, taukah kamu? Banyak hal di luar sana yang membuatku ingin berhenti, menjauhimu, menganggapmu menjadi 'seorang yang biasa' untukku. Tapi ketika aku memikirkan hal tersebut, aku selalu mempunyai 1000 alasan kembali padamu. Inikah caramu menyiksaku? Mengurungku dalam perasaan seperti ini? Mengombang ambingkan perasaanku? Kapan kamu membuat semua ini menjadi 'JELAS'? Bukankah sudah ada perasaan suka yang terlontar dari bibirku? Apa itu belum cukup meyakinkanmu? Hey! Aku perempuan! Aku punya ambang batas untuk melangkah...

Yaampun...Kenapa harus ada penyelesaian yang rumit hanya untuk perasaan tulus seperti ini... Beri aku lebih lampu hijau untuk mendekatimu, jangan kau buat jarak semu yang sangat panjang diantara kita, ijinkan aku memberimu perasaan ini, dan ijinkan aku untuk menerima perasaanmu. Kumohon.... hanya sesederhana itu saja... Aku ingin menjadi dua kepak sayapmu ketika kamu terjatuh, bukan hanya menjadi penghias di hidupmu saja. Anggap aku disisimu, beri aku tempat di sana... Aku lelah menunggu, aku lelah menangis... Aku lelah...

Perlahan cangkir ini mulai mendingin, gesekan ranting pun mulai membisu seiring perginya angin. Aku berdiri, memaku, bersiap untuk berbalik, memejamkan mata mungkin ini yang aku butuhkan. Tapi sedetik kemudian aku kembali menatap langit. Kulihat sebuah bintang bersinar jauh di atas sana, tunggal seorang diri, namun redup. Ya, seperti malam biasanya, bintang itu selalu menemaniku, aku tersenyum sebelum kembali ke kamar, tersenyum menghadapi kenyataan ini.

Memang malam yang sama, waktu yang sama, di bawah langit yang sama, namun dalam perasaan yang berbeda... Dan kuharap suatu malam nanti akan ada malam dimana kita menatap langit yang sama, waktu yang sama, dan..... dalam keadaan saling mencintai :)

Thanks,


Little Phoe

Sabtu, 19 Januari 2013

Klopus's Bizzare Fact (Part 3)




Hutan Bawah Tanah


Edo dan Luna memakai jubah mereka,mereka berdua akan diajak Tuan Klopus ke suatu tempat.Selpus yang terlihat akrab dengan Luna juga ikut.Mereka menaiki mobil dengan roda pipih yang digerakkan oleh rocket dibelakangnya,mereka terbang rendah menggunakan mobi itu.Edo dan Luna berpegangan erat ketakutan.
”Tenang saja ini tidak akan lama kok.”Selpus tersenyum menenangkan.
”Tuan,apakah mobil ini bisa terbang lebih tinggi?Aku lihat kendaraan lain terbang sama rendahnya.”Edo heran di sepanjang jalan motor dan mobil dengan berbagai macam bentuk juga terbang rendah dengan rocket kecil di belakangnya.
”Ini karena system pengaturan otomatis  yang mengatur semua kendaraan agar stabil berada di atas dengan ketinggian yang tidak terlalu tinggi.”
”Lalu bagaimana jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan?”.Otak ilmiah Edo semakin penasaran dengan teknologi-teknologi masa depan ini.
”Kendaraan dengan otomatis akan mati dan terjatuh dari lintasan udara,karena diciptakan dari alumunium khusus sehingga ketika mesin rusak karena benturan,magnet akan menarik kendaraan itu jatuh ke bawah.”.
Tuan Klopus menjelaskan sambil sibuk menyetir.
”Lalu dengan rocket,apa itu tidak mati saat hujan?Disini pernah hujan kan?”.Edo terus bertanya,seperti itulah sikapnya jika penasaran.
Sementara Luna asyik menikmati pemandangan di masa depan ini dengan banyak rumah-rumah modern yang berwarna-warni tapi yang menarik perhatian Luna ada ruang hijau yang luas dari kejauhan,Luna heran tapi dia disentakkan oleh tepukan lembut Selpus
”Apa kakakmu selalu seperti itu?Selalu bertanya terus?”Selpus berbisik kepada Luna takut kalau Edo mendengar, Luna  tersenyum geli lalu mengangguk semangat.
”Haha kau ini pasti sangat penasaran,kendaraan-kendaraan ini dilengkapi sensor otomatis jika hujan maka akan berganti dengan mesin biasa sama seperti kendaraan di masamu,hanya ini lebih canggih aku kurang begitu paham soal ini.”.Tuan Klopus sabar  menjawabnya.
”Maaf tuan ada satu lagi...”
”Kita sudah sampai.”
Sebelum Edo meneruskan pertanyaannya Tuan Klopus sudah memotongnya.Mereka turun dari mobil lalu berjalan dengan menuruni tangga yang lebar dan panjang saat itu ramai dilewati orang-orang,ada juga jalur khusus untuk yang memakai kapsul roda.
Saat sampai di ujung tangga Edo Dan Luna kembali dibuat kagum.Di bawah tanah ini benar-benar ada hutan yang sangat luas dan indah lengkap dengan bunga,buah-buahan hutan,dan danau yang luas.Rupanya apa yang dilihat Luna dari kejauhan adalah hutan ini.
”Ini aneh…benar-benar aneh…!”Edo masih melongo kagum.Sementara itu Selpus menarik Luna untuk berkeliling bermain di tempat-tempat yang sudah disediakan.
”Ini salah satu hiburan kami yang langka,disini kita bisa duduk minum kopi di kafe-kafe yang sudah disediakan,ada taman untuk anak kecil bermain.Sungguh tempat yang nyaman.”.Tuan Klopus terlihat menikmatinya.
”Tolong jelaskan semua ini tuan,aku bisa saja sakit jika melihat keanehan-keanehan ini”Desah Edo dia tidak bisa menerima semua ini dengan logikanya.
Tuan Klopus terlihat kesal,dia sedang ingin menikmati kesejukan tempat ini.
”Baiklah,sebagian hutan ini diambil dari bibit-bibit tanaman di masamu butuh waktu yang lama untuk membentuk hutan bawah tanah ini,sisanya adalah tanaman dari masa kami yang bisa kami selamatkan dari berkembangnya jaman.”Suara Tuan Klopus terdengar pilu.
”Lalu bagaimana kalian merawat hutan buatan ini?”
”Kau lihat di atas?Hutan ini dibatasi kaca untuk pencahayaan yang tidak langsung karena tanaman dari masa kami tidak sanggup menahan sinar matahari yang kuat ini,sementara tanaman dari masamu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki tanaman kami yang sudah mulai rapuh.Untuk pengairannya,kami tidak perlu repot sumber air tanah masih sangat mencukupi ditambah air hujan yang turun.”.
”Tapi jalan-jalan disini diciptakan dari logam kan?Apakah justru menghambat peresapan air?”.
Pertanyaan-pertanyaan Edo membuat Tuan Klopus terkesan.”Kau pasti salah satu anak pintar di masamu.”Ucap Tuan Kloptus sambil menepuk-nepuk bahu Edo.
”Oke seperti ini,saat hujan turun jalan-jalan yang terbuat dari logam tidak akan bisa menyerap air hujan,maka dari itu di tepi-tepi jalan diberi saluran untuk jalan air hujan,saluran itu menuju ke bawah dan dengan otomatis akan membuat hujan buatan untuk menyirami hutan ini,selang-selang kecil yang menempel di atap kaca pada waktu tertentu akan menyemprotkan air yang diberi pencahayaan agar kesannya menjadi berwarna-warni seperti pelangi,ini juga menjadi hiburan untuk kami semua.”.Terang Tuan Klopus sumringah.
Edo termenung sesaat,dia berpikir semaju apapun teknologi,tanpa alam sekalipun makhluk hidup tidak akan bisa hidup.Dia tidak memikirkan sejauh itu yang ada dalam pikirannya hanya menciptakan sebanyak-banyaknya teknologi yang berguna untuk kenyamanan hidup.
”Maafkan kami,kami tidak bisa menjaga dengan baik bumi kita tanpa memikirkan kehidupan berikutnya.”Ucap Edo lirih.Tuan Klopus membalasnya dengan senyuman.

Harapan Palsu Darimu,Resiko Untukku :)

Hay hay, kangen bikin cerpen nih, dan emang udah nasib jadi ember curhatan, ga perlu mikir repot repot, udah dapet ide dari curhatan temen yang takut di php-in, yaudah jadi deh ni cerpen, hihi enjoy yaw :)

"Selamat pagi bidadari, semangat buat hari ini ya, jan bosen bosen buat senyum ya, Have a nice day cantik :)"
Boom! Semacam dentuman kecil 'Like a Firework' menghentak rasa kantukku di pagi ini, oh ini pagi ya? Buru buru kubuka last inbox di hp, last inbox semalam menunjukkan pukul 23.00 ada pesan singkat masuk, 2 baris, tanpa emoticon senyum yang sering ku baca, tapi hanya satu emoticon, terletak di akhir kalimatmu, emoticon (:*), membentuk ciuman, sekaligus membentuk senyumku yang kini berlipat lipat merekah di ujung bibir tipisku.
Astaga.. apa ini menunjukkan aku tidak lagi membutuhkan sebuah jam sebagai penunjuk waktu? Ah, untuk apa aku butuh arloji di tanganku? Untuk apa aku butuh jam dinding yang hanya bisa membisu menunjukkan waktunya? Toh aku mempunyaimu, yang tak henti hentinya mengingatkan waktu untukku, dengan hanya hal kecil, ucapan selamat malam, pagi, atau sore misalnya. Atau aku juga tidak membutuhkan sebuah note kecil misalnya, cukup kamu, ya hanya kamu, hariku, hidupku aku yakin sudah sangat teratur. Terimakasih kamu sudah mau meluangkan waktumu untuk mengontrol hidupku yang sudah payah ini, terimakasih sudah membuat pola makanku membaik, hanya dengan pertanyaan "Kamu udah makan?". Terimakasih untuk segalanya. Aku menikmatinya, sungguh.

Tapi di samping kebahagiaan yang kurasakan denganmu, terlipat sebuah ketakutan, ketakutan yang sampai saat ini membuatku ragu membalas sikapmu. Ya, ketakutan terbesarku adalah kehilangan kamu. Bagaimana jika nanti saat malam kau membuatku tidur dengan bibir tersenyum, lalu di pagi harinya senyum itu mengendur, tergantikan oleh bendungan air di kelopak mataku?
Bagaimana jika, tubuhku yang dengan senang hati bergerak riang karna akan menemuimu menjadi lumpuh karna tak sanggup menanggung luka karnamu? Bagaimana kalau semua itu terjadi? Bagaimana kalau semua ini hanya pengharapan palsu darimu?

Dan kalau memang semua itu terjadi, bagaimana denganku nanti? Bagaimana juga jika nanti rasa ini terganti menjadi benci? Aku terlalu takut sayang, bantu aku redam rasa ini, bantu aku menghapus semua pikiran ini, beri aku jawaban walau hanya sekali untuk menjawab semua pertanyaan pertanyaanku ini, tolong...

Tapi sesungguhnya jika memang mencintaimu adalah resiko untuk disakiti, dengan senyum aku berani mengambil keputusan ini, biarkan hati ini menjadi milikmu, aku sudah mempersiapkan semuanya, karna sesungguhnya berani mencintai, berarti berani tersakiti :)


With love:

Little Phoenix :)


Minggu, 06 Januari 2013

Intermezzo

Dari curhatannya temen ni, ga perlu disebutin siapa yang jelas aku pen banget bikin postingan baru dari ceritanya.

"Dia cowo brengsek buat aku pug."
Ambigu banget kalimatnya,barusan aja dia cerita kalo dia ga bisa lepas dari cowo ini,berkali kali pacaran sama orang lain, ga tanggung tanggung pacaran nyampe bertahun tahun sama orang lain tapi ujung ujungnya belum bisa lepas dari cowo itu.

"Kita cuma seminggu ngrasain yang namanya hubungan serius, tapi rasanya bedaa banget pug, kamu tau pug? Semalem sebelum dia ninggalin aku dia ngasih sesuatu yang bikin aku seneng banget ( Buat yang ini diskip aja ya :) )Tapi emang aku ngrasa ada yang aneh dari dia pug malem itu, aku gatau kenapa.Bener banget pug dugaanku, besoknya dia ninggalin aku, ga ngasih kabar, ga ngucapin apapun buat aku pug, dia pergi gitu aja.."

"Sekarang tiap aku berantem sama pacarku, yang aku inget malah dia pug, aku mikir kalo misalnya kita masih bareng, aku masih sama dia, apa dia juga nyakitin aku, ngecewain aku kayak pacar pacarku yang sekarang? Aku setia pug sama pacarku, tapi aku gabisa lupain dia, apa salah kalo cuma mikirin dia doang?"

"Aku masih inget hari ulang tahunnya, masih inget dia suka apa dia benci apa, masih inget janji janjinya, omongannya yang bilang sayang sama aku, aku masih inget pug."

"Aku gatau sekarang dia sama siapa, dia lagi apa, tapi waktu aku ketemu sama dia, kita cuma bisa tatap tatapan, itu aja cuma sebentar, aku tau dari matanya dia ngrasa bersalah banget sama aku pug.."

"Tapi aku gamau gini, aku pengen kita kayak biasa lagi, aku udah bisa lupain masalah kita, ya emang si ga bisa balik lagi deket kayak dulu, tapi gapapa aku cuma pengen gitu doang."

"Dia special sampe sekarang pug, dia first love ku..."

Nah gitu kira kira curhatannya, dia curhat sekitar sebulan lalu, tapi aku masih inget curhatannya nyampe sekarang, temenku cerita sambil senyum bukan nangis, tapi aku tau perasaannya parah banget, sampe dia lebih milih cerita sambil senyum daripada nangis. Jujur aku ga bisa ngomong apa apa waktu itu, aku cuma bisa ngrangkul dia aja, beda sama temen temen lain yang pernah curhat ke aku, aku bener bener ga bisa ngasih saran apa apa waktu itu. Aku milih jadi listener aja deh, daripada ngasih saran sampah.

Udah gitu doang buat postingannya, ga penting sih, namanya juga lagi pen nulis doang.Semangat buat temenku aja deh !! :-*:-*