Jumat, 04 Juli 2014

Di Bulan Juli



Suatu masa penuh ironi,
Terjalinlah dua hati
Saling genggam, miskin arti
Dua hati yang saling menyakiti
Bergantung atas nama hari

Satu hati berjuang bukan untuk diri sendiri
Sementara hati yang lain, acuh tak acuh memikirkan dirinya sendiri
Satu hati bersabar, percaya janji diawal yang sungguh, tak pasti
Hati lain yang memberi janji, pergi tanpa ingat menepati

Sang hati pemberi janji, tak pernah sadar diri
Membuat hati yang lain merasa geram diri
Keduanya pun, saling kembali menyakiti
Sang hati penerima janji, merana merasa mati
Memikirkan tuk berhenti pun, bukan main tak sampai hati
Pikirnya sang hati kekasih, masih peduli
Dan masih ada yang dapat, diperbaiki

Hingga suatu hari yang sunyi,
Sang hati pengharap janji, akhirnya menyadari
Bahwa dibaliknya Tuhan sebenarnya mengajari
Rasa sakit dan menyakiti
Namun, sang hati tersadar kembali
Mungkin semua harus diakhiri?


Terimakasih,

Pembayun N.P.



Senin, 23 Juni 2014

Some...

Cinta, dua yang saling mengajari. Bukan yang satu terus bersabar, dan yang satu lagi tak sadar-sadar. - Karisma P.

Sementara waktu telat menyeretku jauh dari ragamu, aku masih saja benci menjadi aku yang berharap kembali ke detik-detik itu, di pelukmu. - Zarry Hendrik

Mungkin kiranya kau paham, apa yang kulakukan sampai saat ini tidaklah lain untuk membuatmu mengerti apa itu cinta, tanpa harus kujelaskan. - Karisma P.

Cinta, lebih banyak menghasilkan pertanyaan daripada jawaban.- Bata Efendi

Karena semakin kuat kau berusaha membuang kepedihan itu, semakin cepat dia berlari ke arahmu, untuk kembali menghantam, dengan benturan yang dua kali lipat lebih keras rasanya. - Muhadkly Acho

Jika ia memperlakukanmu dengan buruk dan kau tetap tak bisa lepas darinya, kau hanya mencanduinya, bukan mencintainya. - Zarry Hendrik

Bisakah kau bayangkan rasanya jadi seseorang yang setiap hari menahan tangisnya agar tetap terlihat baik-baik saja? Kamu tak bisa. Tentu saja. Kamu bukan perasa. - Dwitasari

Minggu, 22 Juni 2014

KLA Project - Semoga

Merenungkanmu kini, menggugah haruku
Berbagai kenangan berganti, masa yang t'lah lalu
Sebenarnya ku ingin menggali hasrat untuk kembali...

Melukiskanmu lagi, di dalam benakku
Perlahan terbayang pasti garis wajahmu
Kehangatan cinta kasih dapat kubaca jelas di situ...

Adakah waktu mendewasakan kita
Kuharap masih ada hati bicara
Mungkinkah saja terurai satu persatu
Pertikaian yang dulu, bagai pintaku...

Semoga...

Lihatlah ku di sini, memendam rindu
Setiap ku berseru, yang kusebut hanya namamu...

Adakah waktu mendewasakan kita
Kuharap masih ada hati bicara
Mungkinkah saja terurai satu persatu
Pertikaian yang dulu, bagai pintaku...

Sebenarnya kuingin menggali hasrat kembali
Kuharap agar kau mengerti...

Semoga...

Reunited



Semalam aku melihatmu di sana, meski dalam bentuk mimpi, senyummu masih membekas hingga sekarang. Entah ini pertanda, entah ini kebetulan, atau ini rindu, entah.

Sudah berapa lama kiranya kita tidak bertemu? Pikirmu mungkin bertahun-tahun, tapi kau tidak tahu lepas berapa bulan lalu, aku masih mengamatimu dalam diamku. Aku mengunjungi kotamu, kota yang selalu membuatku nyaman berada di sana.

Pagi itu aku duduk di sudut cafe yang memang terkenal dengan sajian minuman kopinya, aku memang butuh  kafein saat itu. Sembari menunggu panggilan pesanan, aku bersama seorang teman. Tak perlu kusebutkan kau pun pasti mengenalnya, dia teman mainmu. Temanku, dia ijin untuk pergi ke toilet. Membiarkanku sendirian, dan saat itu pun aku melihatmu.

Kamu dengan 2 temanmu, masuk ke dalam cafe yang untungnya ramai sehingga kehadiranku tak terlihat olehmu. Sejenak waktu menghentakku ke masa lalu, waktu dimana semua masih atas dasar 'kita'. Tak perlu kujelaskan tentang waktu yang lalu, yang jelas saat aku melihatmu untuk pertama kali setelah sekian lama mengetahui kabarmu pun tidak, rasa aneh pun muncul.

Entah, aku sangat tenang saat itu. Menghindar? Tidak sama sekali. Mata ini menatapmu lekat, hanya untuk melihat bagaimana kamu kini yang sudah tidak denganku. Ah, senyum itu masih sama. Simpul, namun tulus. Segalanya masih sama, hanya saja caraku memandangmu bukan lagi penuh puja seperti dulu.

Apa aku akan dengan sengaja memperlihatkan diriku kepadamu? Ah tentu saja tidak.
Melihatmu kini bukan lagi debar yang kurasa, namun tenang.
Melihatmu, mengamatimu bukan bearti aku tertarik dengan masa lalu, aku hanya mengamati masa laluku.
Mengamati, dan memastikan bahwa masa laluku hidup tenang dan bahagia.

Cukup namamu dan senyum itu menjadi saksi bisu dalam memoriku yang paling dalam. Menunjukkan bahwa hati ini dulu pernah berdebar hanya karna senyum simpul itu. Biarlah segalanya mengendap di dalam rasaku, menjadi kenangan yang kuatur sendiri dalam ribuan daftar isi, dibagi dengan bab membahagiakan dan menyakitkan.

Mungkin mimpi semalam sebagai pertanda untuk membiarkanku kembali membuka memoriku tentangmu. Namun, tak lagi perasaan berbunga yang ada ketika mengingatmu. Aku kini bebas, biarlah senyum simpulku membalas kenangan indah yang segalanya berasal dari senyum simpul indahmu.


Terimakasih,

P. Ningtyas

Jumat, 20 Juni 2014

This is My Goodbye.

I think somewhere along the way, I gave up.
I got tired of always trying to make everything between us okay, because I still wanted you in my life.
Then, I realized that you didn't even care.
Maybe I realized it too late, but it still hurts.
Maybe I was hoping we'd find a way to change and turn it back to what it used to be.

I have to draw the line because there comes a point where I just had enough and i'd love to give up, but I never did because I had hope that it would change :).
Now, I think I have to make that decision because it's not fair to the both of us-especially me. It pains me to say this, maybe because I still care, but I have to tell you goodbye. I know what my problem is now. I can't let people go. I put so much effort into putting them in my life that I just hang onto them. But people change and things aren't what they used to be.
I just wanted  to you, tell you that I'm happy you've stepped into my life, even for a short while. You've made me realize a lot of things about my self and the people around me.
I'm gonna miss you. So, for both our sakes, this is my goodbye...


Thankyou,

Pembayun N.P.
(with my best Nandya - in behind)

Sabtu, 07 Juni 2014

Sepotong Cupcake, Diantara Hujan

Hujan diawal bulan November masih menaungi langit ini, langit dimana aku berteduh, dan menjadi langitmu juga kan? Ah sial, kenapa harus menyertai hujan dalam tulisan ini? Sudahlah, sudah cukup untuk terlalu mengagumi hujan. Tuhan tidak menyukai fanatisme bukan?

Kurebahkan sebentar tubuh ini, biarlah Michael Buble menyanyikan lagu 'Lost' miliknya. Tanpa terasa mata ini terpejam, satu-satunya hal yang ingin aku hindari, mengijinkan mimpi masuk, dan ternyata benar, Tuhan menggiringku untuk kembali terhempas ke waktu itu, dalam bentuk mimpi...

5 Oktober, Dannis's Bakery

"Maaf, apa cupcake tidak dijual hari ini?"
"Oh sorry nona, cupcake sedang tidak kami produksi hari ini."
"Ah sayang ya.. Apa benar benar tidak ada yang tersisa?"

Gadis pelayan itu hanya bisa menggeleng pelan
"Kami benar-benar minta maaf nona, mungkin nona bisa membeli yang lain?"
"Aku benar-benar butuh cupcake, ibuku sedang ulangtahun dan dia sangat menyukai cupcake buatan toko ini."
"Kami sangat menyesal nona..."Gadis pelayan itu menatapku dengan perasaan tak enak hati, namun tiba tba 
"Oh! Anda mungkin dapat menghubungi nomor ini, dia adalah salah satu koki kami, setahu saya dia sering membuat cupcake untuk dijualnya kembali saat jam kerjanya libur. Coba saja menghubunginya, mungkin dapat membantu :)"
"Benarkah? Ah terimakasih sekali!" Aku hampir saja berteriak kegirangan.
"Sama-sama nona, jangan lupa salamkan selamat ulangtahun dari saya untuk ibu anda :)"
"Tentu."

Jl. Gejayan No 15

Ah ini pasti tempatnya. Kubuka pagar rendah berwarna coklat kusam ini. Pandanganku sekilas terarah pada rimbunnya pohon yang berbuah kecil-kecil berwarna hijau dan merah terletak persis di depan teras. Tenang dan damainya rumah kecil ini. Disaat pandanganku tercuri sesaat, indera penciumanku menangkap bau harum bubuk kayu manis di udara. Ada aura magis yang mengekang kedua kakiku untuk tidak meninggalkan tempatku berada, aroma kayu manis bercampur dengan aroma embun yang berasal dari entah apa nama pohon yang rimbun ini. Sesaat aku terbuai akan segalanya, hingga suara itupun muncul, suara yang melengkakpi semua aura magis ini.

"Siapa kamu?"
"Um, maaf aku diberi tahu kalau di tempat ini dijual cupcake."

Sosok itu mengangguk-angguk mengerti. Dia tinggi tegap, badannya sangat atletis untuk perempuan seperti aku, kulit coklatnya mengkilap basah, sepertinya dia habis bergumal dengan asap. Dan lebih dari  itu semua, di sangat tampan dalam peluh keringat itu.

"Masuklah, aku baru saja memanggang cupcake tapi hanya ada 3 lusin, dengan pilihan 3 rasa, anda mau mengambilnya nona?"
"Ah...Oh astaga! Baiklah oke-oke um aku ambil 1 lusin saja." Sial aku terpana sesaat.

"Ada yang mengganggu pikiran anda nona?". Dia tersenyum jail, entah apa maksutnya.
"Tidak, aku hanya menyukai tempat ini hehe."
"Benarkah? Ibuku yang menata tempat kecil ini. Um, aku ambilkan dulu pesananmu nona."

Tak lama kemudian dia keluar dengan membawa sekotak cupcake. Aku menerimanya dan memberinya sejumlah uang.

"Terimakasih nona." Pemuda itu memberiku senyuman manisnya.

Aku berhenti sasaat memandang tempat ini, mungkin untuk yang terakhir kalinya, atau mungkin untuk yang pertama kali, dan akan lebih sering mengunjungi tempat ini? Haha abaikan saja pikiran yang terakhir. Baru saja aku hendak melangkah membuka pagar, hujan dengan deras mengguyur tubuh kecilku. Aku berteriak kecil, astaga aku menggunakan motor dan tidak membawa jas hujan kenapa harus hujan disaat seperti ini.
Di saat panikku, pemuda itu meraih lenganku. Menarik jaket yang dipakainya untuk menutupiku, sekilas wajah tampannya sangat dekat denganku, dia lalu membawaku duduk di terasnya.

"Sebentar, tunggu di sini."

Aku merutuki diriku, atau lebih tepatnya, aku menyalahkan hujan. Dari kecil aku tidak terlalu menyukai hujan. Hujan membuat semuanya berantakan, basah, dan segalanya. Meskipun banyak yang menepis bahwa hujan sangatlah indah, namun sampai sekarang aku tidak menemukan alasan untuk menyukai hujan.

"Ini handuk, keringkan rambutmu, dan ini makan dan minumlah untuk menghangatkanmu nona. Hujannya sepertinya akan lama reda."
"Oh, terimakasih kamu baik banget." Laki-laki itu hanya tersenyum simpul.

"Hujannya deres banget ya, nyebelin." Seruku pelan untuk membuka obrolan.
"Hujan itu indah tau! Coba deh dinikmati sambil makan cupcake bikinanku pasti lebih enak."
Aku mencomot 1 cupcake yang beraroma kayu manis, dan rasanya...enak banget!:)
"Ini enak banget. Serius!"
"Haha thanks, btw kalau boleh tahu siapa namamu nona?"
"Panggil aja Nesya, lalu siapa namamu?"
"Aku Jathu, Nesya."

Dari itulah kisah ini dimulai, aku Nesya gadis kecil yang tidak menyukai hujan, dan Jathu pemuda tampan pembuat cupcake, sang penyuka hujan....


Dalam Doaku

Dalam doaku...

Aku berdoa mengharap akan mengertinya kau untukku. Pahamnya kau bahwa hadirku di sini ada, bukan fana.
Berdoa agar aku menemukan cara membuat kau mau menyisihkan waktumu untuk memandangku sejenak, meskipun dalam diam.

Sekiranya anggaplah segala amarahku, sebagai peduliku atasmu. Dan diamku sebagai lelahku atas sikapmu. Pedulilah terhadapku, setidaknya pikirkan untuk memperhatikanku, karna dalam sorot matamu, tidaklah aku di dalamnya :)
Lelahmu, penatmu, kesalmu, amarahmu tentang segalanya redamlah semua dan jadikan aku sebagai tempat terlelapmu. Tapi setidaknya berikan juga aku ruang untuk tempatku terlelap di sana.
Temani aku dalam menikmati rindu. Jangan biarkan rindu kita hanya menjadi rinduku. Mengertikah engkau bagaimana sesaknya merasakan itu semua secara sepihak?

Mengertilah aku tidak ingin lebih darimu, jauhmu pun bahkan selalu kutunggu di sini. Tapi pikirkanlah aku dalam ruang sempit pikiranmu. Bawa aku di sana, lelapkan aku di sana, agar selalu ada aku dimanapun kau berada.
Mungkin kau berkilah bahwa kau tidak pernah dapat melihatku di saat kau ingin. Tapi pejamkan matamu sesaat, ada aku di sana, terkubur dalam, tersembunyi diantara ambisi-ambisimu...
Pikirmu juga aku berlebihan, tapi tahukan engkau? Aku ingin kau melihatku seutuhnya, agar tidak ada alasan untukmu mencari kesempatan di lain tempat. Aku ingin agar kau mengerti aku, karna dengan cara itu kamu dapat melihat siapa dan bagaimana aku dalam menyayangimu.
Beri kesempatan untukku meronta, beri kesempatan untukku berperan aktif bukan pasif menunggu dalam hubungan yang didasari atas 'kita' bukan 'kamu' atau 'aku'.

Ceritakanlah kepada oranglain, betapa terganggunya kau dengan semua keluh kesahku ini. Mungkin mereka memberi pendapat mereka, yang menurutmu adalah jawaban atas segala. Tapi sadarkah kau? Mereka tidak akan-benar-benar menemukan jawaban terbaik atas kita, karna mereka tidak pernah mengerti bagaimana aku untukmu, bagaimana aku berkeras mati-matian menahan egoku sendiri demi untuk tidak mengganggu kesenanganmu, demi hubungan kita.
Karna untuk merasakan itu semua, mereka harus menjadi aku.

Maka disinilah aku, masih setia menunggu, sembari memegang erat tiang hubungan kita agar tidak roboh, luluh lantah. Ingatlah aku sebagai sosok yang teramat sangat menyayangimu, sehingga untuk itu kamu mengerti bahwa untuk menyanyangi seseorang sepertimu teramatlah susah. Ingatlah aku diantara mereka yang dekat denganmu, akulah yang mengerti dan menerima dirimu dalam keadaan apapun.
Dan jika nanti, akhirnya aku menyerah atas nama kita. Ingatlah untuk menjaga hati yang baru untukmu, jagalah dia seperti aku menjagamu dengan segala yang ada.

Dan untuk detik ini, aku masih berdoa atas segalanya untuk kita. Di dalam doaku, Tuhan mendengar namamu, karna dalam doaku bersemayamlah engkau di sana.


Terimakasih,

Pembayun N.





Jumat, 30 Mei 2014

Kembalilah :)

Kenapa dulu tidak kamu bilang saja? Kenapa harus diam? Kenapa tidak kamu sadarkan aku saat itu?

Sakit adalah ketika rasa menyesal itu datang. Bodohnya aku tidak merasa untukmu yang dulu teramat dekat. Butanya aku yang tidak melihatmu saat itu. Betapa naifnya aku saat itu. Sangat tolol.

Aku mengabaikan sesuatu yang teramat berharga saat itu, dan yang lebih nista lagi, semua datang dengan terlambat.
Benarkah penyesalan selalu datang diakhir? Tolong siapapun katakan bagaimana cara untuk kembali seperti dulu... 

Mengapa disaat hati ini berubah, dia yang dulu justru menjauh? Apa memang dengan pergimu adalah hantaman bagiku yang terlalu naif untuk menyadari tentang rasamu? Tapi mengapa harus sekarang? Saat aku mulai menyadarinya? Saat aku menyadari rasa itupun ada untukmu?
Aku sangat benci waktu untuk saat ini. Dan apakah harus seperti ini? Apakah aku harus diam membisu, membenci waktu, melihat perubahanmu?
Sedih melihat mata itu melihatku. Dan nafas yang kini memburu, memekik kebencian, yang membuatku memilu

Maafkan aku, sungguh. Aku yang dulu terlalu menganggap konyol perasaan untukmu, hingga sekarang semua jatuh atas segala kesalahanku.
Jangan pernah berubah, kembalilah, beri kesempatan itu, meskipun hanya sebuah harapan kecil...
Jangan pernah palingkan muka itu dari pandanganku, temani aku seperti dulu, kembalilah dengan rasamu terhadapku...

Jangan membuatku menjadi pembenci, membenci diriku, membenci datangnya pagi, membenci senyapnya malam.
Jika memang aku pantas untukmu, dengarkanlah maafku untukmu, terimalah rasa ini, kembalilah untukku. Meski dengan semua keterlambatan ini...


Terimakasih,

Pembayun N.

Sabtu, 24 Mei 2014

Simple


Tentangmu, aku menulis. Tentangmu, aku bernyanyi.

Untukmu, aku bersedih. Untukmu, aku tertawa.

Mungkin Tuhan menyiapkan akhir yang sangat indah untuk kita, seperti awal yang indah saat kita bertemu. Tuhan tahu kita saling mencinta, Tuhan tahu kita saling mengasihi, kita saling menjaga, namun juga saling menyakiti. Tuhan mengasihi kita, sangat. Karna Tuhan mempertemukan kita dengan maksut untuk saling belajar menerima dan melengkapi hal yang kurang, dan mensyukuri kelebihan dari masing-masing kita.

Dari itu semua kita semakin mengetahui dan menyadari bahwa kita masih dapat berdiri diantara perselisihan dan segala perbedaan yang harus kita hadapi. Biarlah pahit menjadi manis untuk kita saat ini, kita tidak tahu apa yang kita lihat di depan nanti. Mungkin kita akhirnya menemukan jalan yang selama ini disiapkan Tuhan untuk kita. Siapa yang bisa menghindari takdir kan?

Aku masih selalu ragu akan hal yang terjadi esok. Aku terlalu gugup memikirkannya. Tapi semakin mengira-ngira akan masa depan hanyalah membuang waktu. Dari sini pun aku mempelajari satu hal baru lagi, bahwa menerima dan menjalani jauh lebih tenang daripada harus menunggu dengan tergesa-gesa.

Tentang apa yang terjadi nanti semua adalah kuasa Tuhan. Biarlah kita tetap berharap, namun tetap Tuhan-lah yang menjawab. Biarlah kita tetap menerka, namun janganlah memaksa.

Kalau mengingatmu aku bahagia, bukankah dulu Tuhan mengirimmu untuk membuatku belajar merasakan bahagia? Bila nanti mengingatmu adalah sakit untukku, bukankah Tuhan juga mengirimmu untuk mengerti apa rasa sakit dan menyakiti?

Dalam kisah kita ada banyak kalimat terimakasih dan maaf yang terucap. Dalam tulisanku pun juga begitu. Karna tanpa maaf dan terimakasih aku tidak bisa mengartikan apa itu perasaan mengasihi yang selama ini kita rasakan. Dan untuk tulisan inipun aku juga ingin mengatakan bahwa kita berdua hebat. Kita berdua hebat dalam mempelajari pelajaran Tuhan tentang hal-hal yang terjadi jika mempersatukan dua pribadi dengan penuh perbedaan.

Terimakasih,

Pembayun N.


Aku Hanyalah Aku



Atas dasar apa jantung ini berdegup begitu cepat hingga terasa melonjak?
Atas dasar apa bibir ini tertutup rapat yang berakhir hanya dengan sebuah simpul senyuman?
Atas dasar apa mata ini menatap diam-diam setiap detil pada objek yang sama?
Atas dasar apa aku bernyanyi untuk semua lagu cinta?
Atas dasar apa aku bersahabat dengan waktu hanya untuk menunggumu?
Atas dasar apa aku berani bersumpah akan melakukan apapun untukmu?
Atas dasar apa aku berani bersumpah akan melakukan apapun demi melihat senyum itu?

Dan atas dasar apa aku memiliki perasaan ini? Perasaan yang bukan untuk disalahkan, namun disadari berakhir menyakitkan?

Aku lupa, kapan awal saat perut ini mulai menggelinjang ketika senyum dari bibir itu muncul. Pikiranku bukan lagi yang dulu, bukan lagi yang bisa aku kuasai, aku kalap, aku...seperti bukan aku saat kau ada disana, tersenyum. Aku lupa kapan itu. Tapi yang aku ingat awalnya hanya desiran lemah saat itu, aku tidak mengerti dan hanya mengabaikannya. Tapi yang aku tahu, itu bukanlah hal yang harus diteruskan, ceroboh untuk jatuh sebelum menyebrangi jembatan. Ya, sangat ceroboh untuk melepaskan perasaan yang jelas-jelas kita tahu akan menikam jika diteruskan.

Tapi, makin lama aku justru membiarkan diriku sendiri untuk larut di dalamnya. Aku membiarkan diriku sendiri untuk berjalan kepada kejatuhanku. Mengapa? Karna sudah aku jelaskan bukan dari awal? Membiarkan hatiku untuk jatuh padamu adalah konyol. Aku terlalu takut untuk menuju kesana, aku ingin bersikap realistis, aku benci bersikap diam-diam pengecut seperti ini. Demi apapun, aku benci pada diriku sekarang.

Aku ingin terlihat, aku ingin kau pandang, aku ingin(setidaknya)kau balas. Aku ingin menjadi jawaban dari pertanyaan 'Mengapa senyummu begitu indah?' Aku ingin menjadi jawaban dari setiap pertanyaanmu untuk bahagia. Aku ingin menjadi sedihmu, aku ingin menjadi senangmu. Aku ingin menjadi semangat di dalamnya. Oh bagaimana mungkin aku menuntut itu semua kalau kau mengetahui rasa ini saja tidak? :)

Aku hanyalah kecil yang merindu dan menunggu di setiap pagi hingga malammu. Aku hanyalah jemu di setiap bait sajak cinta di setiap lembar buku. Aku hanyalah teman waktu yang hanya diam seharian menunggumu pun aku mau. Aku hanyalah aku, yang sangat mencintaimu dalam diamku.

Kau pikir aku mungkin aktris terhebat dalam sandiwara yang tanpa kau sadari kau ikut bermain sebagai pemeran utama di dalamnya. Kau mungkin tidak melihatnya. Tidak melihat bagaimana keras hingga mati-matian aku menutupinya dalam skenario panjang yang kubuat sendiri. Bagaimana aku menutup sedihku saat melihatmu tersenyum kepada yang bukan aku. Melihat beratnya mengangkat tangan untuk menghapus tetes air mata. Melihat bagaimana dengan bahagianya aku menerima senyummu, mendengar suaramu dalam mengajakku berbicara.

Tetap hibur aku dalam hariku dengan segalanya tentangmu. Tetaplah tersenyum seperti ini, meskipun aku tahu bukan akulah alasan senyum itu terbentuk. Tetaplah seperti ini, karna aku sangat takut akan tahunya engkau bagaimana perasaanku ini. Takut akan pergimu, menjauhmu setelah segalanya kau ketahui. Biarkan aku terjatuh sendiri suatu hari nanti, biarkan aku terseok sendiri menghadapi hari nanti, aku sudah siap segalanya, atau mungkin...aku benar-benar menikmati semua ini :)

Sekali lagi, tetaplah didekatku hanya untuk memastikan aku dapat baik-baik saja, karna tanpamu aku hanyalah aku yang kembali tanpa bahagia.....

Terimakasih,

Pembayun N.