Jumat, 30 Mei 2014

Kembalilah :)

Kenapa dulu tidak kamu bilang saja? Kenapa harus diam? Kenapa tidak kamu sadarkan aku saat itu?

Sakit adalah ketika rasa menyesal itu datang. Bodohnya aku tidak merasa untukmu yang dulu teramat dekat. Butanya aku yang tidak melihatmu saat itu. Betapa naifnya aku saat itu. Sangat tolol.

Aku mengabaikan sesuatu yang teramat berharga saat itu, dan yang lebih nista lagi, semua datang dengan terlambat.
Benarkah penyesalan selalu datang diakhir? Tolong siapapun katakan bagaimana cara untuk kembali seperti dulu... 

Mengapa disaat hati ini berubah, dia yang dulu justru menjauh? Apa memang dengan pergimu adalah hantaman bagiku yang terlalu naif untuk menyadari tentang rasamu? Tapi mengapa harus sekarang? Saat aku mulai menyadarinya? Saat aku menyadari rasa itupun ada untukmu?
Aku sangat benci waktu untuk saat ini. Dan apakah harus seperti ini? Apakah aku harus diam membisu, membenci waktu, melihat perubahanmu?
Sedih melihat mata itu melihatku. Dan nafas yang kini memburu, memekik kebencian, yang membuatku memilu

Maafkan aku, sungguh. Aku yang dulu terlalu menganggap konyol perasaan untukmu, hingga sekarang semua jatuh atas segala kesalahanku.
Jangan pernah berubah, kembalilah, beri kesempatan itu, meskipun hanya sebuah harapan kecil...
Jangan pernah palingkan muka itu dari pandanganku, temani aku seperti dulu, kembalilah dengan rasamu terhadapku...

Jangan membuatku menjadi pembenci, membenci diriku, membenci datangnya pagi, membenci senyapnya malam.
Jika memang aku pantas untukmu, dengarkanlah maafku untukmu, terimalah rasa ini, kembalilah untukku. Meski dengan semua keterlambatan ini...


Terimakasih,

Pembayun N.

Sabtu, 24 Mei 2014

Simple


Tentangmu, aku menulis. Tentangmu, aku bernyanyi.

Untukmu, aku bersedih. Untukmu, aku tertawa.

Mungkin Tuhan menyiapkan akhir yang sangat indah untuk kita, seperti awal yang indah saat kita bertemu. Tuhan tahu kita saling mencinta, Tuhan tahu kita saling mengasihi, kita saling menjaga, namun juga saling menyakiti. Tuhan mengasihi kita, sangat. Karna Tuhan mempertemukan kita dengan maksut untuk saling belajar menerima dan melengkapi hal yang kurang, dan mensyukuri kelebihan dari masing-masing kita.

Dari itu semua kita semakin mengetahui dan menyadari bahwa kita masih dapat berdiri diantara perselisihan dan segala perbedaan yang harus kita hadapi. Biarlah pahit menjadi manis untuk kita saat ini, kita tidak tahu apa yang kita lihat di depan nanti. Mungkin kita akhirnya menemukan jalan yang selama ini disiapkan Tuhan untuk kita. Siapa yang bisa menghindari takdir kan?

Aku masih selalu ragu akan hal yang terjadi esok. Aku terlalu gugup memikirkannya. Tapi semakin mengira-ngira akan masa depan hanyalah membuang waktu. Dari sini pun aku mempelajari satu hal baru lagi, bahwa menerima dan menjalani jauh lebih tenang daripada harus menunggu dengan tergesa-gesa.

Tentang apa yang terjadi nanti semua adalah kuasa Tuhan. Biarlah kita tetap berharap, namun tetap Tuhan-lah yang menjawab. Biarlah kita tetap menerka, namun janganlah memaksa.

Kalau mengingatmu aku bahagia, bukankah dulu Tuhan mengirimmu untuk membuatku belajar merasakan bahagia? Bila nanti mengingatmu adalah sakit untukku, bukankah Tuhan juga mengirimmu untuk mengerti apa rasa sakit dan menyakiti?

Dalam kisah kita ada banyak kalimat terimakasih dan maaf yang terucap. Dalam tulisanku pun juga begitu. Karna tanpa maaf dan terimakasih aku tidak bisa mengartikan apa itu perasaan mengasihi yang selama ini kita rasakan. Dan untuk tulisan inipun aku juga ingin mengatakan bahwa kita berdua hebat. Kita berdua hebat dalam mempelajari pelajaran Tuhan tentang hal-hal yang terjadi jika mempersatukan dua pribadi dengan penuh perbedaan.

Terimakasih,

Pembayun N.


Aku Hanyalah Aku



Atas dasar apa jantung ini berdegup begitu cepat hingga terasa melonjak?
Atas dasar apa bibir ini tertutup rapat yang berakhir hanya dengan sebuah simpul senyuman?
Atas dasar apa mata ini menatap diam-diam setiap detil pada objek yang sama?
Atas dasar apa aku bernyanyi untuk semua lagu cinta?
Atas dasar apa aku bersahabat dengan waktu hanya untuk menunggumu?
Atas dasar apa aku berani bersumpah akan melakukan apapun untukmu?
Atas dasar apa aku berani bersumpah akan melakukan apapun demi melihat senyum itu?

Dan atas dasar apa aku memiliki perasaan ini? Perasaan yang bukan untuk disalahkan, namun disadari berakhir menyakitkan?

Aku lupa, kapan awal saat perut ini mulai menggelinjang ketika senyum dari bibir itu muncul. Pikiranku bukan lagi yang dulu, bukan lagi yang bisa aku kuasai, aku kalap, aku...seperti bukan aku saat kau ada disana, tersenyum. Aku lupa kapan itu. Tapi yang aku ingat awalnya hanya desiran lemah saat itu, aku tidak mengerti dan hanya mengabaikannya. Tapi yang aku tahu, itu bukanlah hal yang harus diteruskan, ceroboh untuk jatuh sebelum menyebrangi jembatan. Ya, sangat ceroboh untuk melepaskan perasaan yang jelas-jelas kita tahu akan menikam jika diteruskan.

Tapi, makin lama aku justru membiarkan diriku sendiri untuk larut di dalamnya. Aku membiarkan diriku sendiri untuk berjalan kepada kejatuhanku. Mengapa? Karna sudah aku jelaskan bukan dari awal? Membiarkan hatiku untuk jatuh padamu adalah konyol. Aku terlalu takut untuk menuju kesana, aku ingin bersikap realistis, aku benci bersikap diam-diam pengecut seperti ini. Demi apapun, aku benci pada diriku sekarang.

Aku ingin terlihat, aku ingin kau pandang, aku ingin(setidaknya)kau balas. Aku ingin menjadi jawaban dari pertanyaan 'Mengapa senyummu begitu indah?' Aku ingin menjadi jawaban dari setiap pertanyaanmu untuk bahagia. Aku ingin menjadi sedihmu, aku ingin menjadi senangmu. Aku ingin menjadi semangat di dalamnya. Oh bagaimana mungkin aku menuntut itu semua kalau kau mengetahui rasa ini saja tidak? :)

Aku hanyalah kecil yang merindu dan menunggu di setiap pagi hingga malammu. Aku hanyalah jemu di setiap bait sajak cinta di setiap lembar buku. Aku hanyalah teman waktu yang hanya diam seharian menunggumu pun aku mau. Aku hanyalah aku, yang sangat mencintaimu dalam diamku.

Kau pikir aku mungkin aktris terhebat dalam sandiwara yang tanpa kau sadari kau ikut bermain sebagai pemeran utama di dalamnya. Kau mungkin tidak melihatnya. Tidak melihat bagaimana keras hingga mati-matian aku menutupinya dalam skenario panjang yang kubuat sendiri. Bagaimana aku menutup sedihku saat melihatmu tersenyum kepada yang bukan aku. Melihat beratnya mengangkat tangan untuk menghapus tetes air mata. Melihat bagaimana dengan bahagianya aku menerima senyummu, mendengar suaramu dalam mengajakku berbicara.

Tetap hibur aku dalam hariku dengan segalanya tentangmu. Tetaplah tersenyum seperti ini, meskipun aku tahu bukan akulah alasan senyum itu terbentuk. Tetaplah seperti ini, karna aku sangat takut akan tahunya engkau bagaimana perasaanku ini. Takut akan pergimu, menjauhmu setelah segalanya kau ketahui. Biarkan aku terjatuh sendiri suatu hari nanti, biarkan aku terseok sendiri menghadapi hari nanti, aku sudah siap segalanya, atau mungkin...aku benar-benar menikmati semua ini :)

Sekali lagi, tetaplah didekatku hanya untuk memastikan aku dapat baik-baik saja, karna tanpamu aku hanyalah aku yang kembali tanpa bahagia.....

Terimakasih,

Pembayun N.